kursor

iNi DiA..!!!!!

iNi DiA..!!!!!
ciiiLuuK baaaa...!!!!

Rabu, 28 September 2011

Bronkitis kronis


MAKALAH
PENYAKIT BRONKHITIS KRONIS
Laporan ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Sistem Pernafasan
Jenjang Pendidikan S1 Keperawatan


OLEH :
Dhika priskia 
NIM 100501088 


SEKOLAH ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2010

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb     
Segala puji bagi Allah SWT.Yang telah memberikan rahmat,hidayah,inayah serta nikmat yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul PENYAKIT BRONKHITIS KRONIS”

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi kita Nabi Muhammad SAW.yang telah memberikan seri tauladan yang baik kepada kita.

Sehubungan diadakannya proses belajar mengajar maka kami dituntut untuk membuat laporan yang berupa makalah sebagai persyaratan belajar mengajar

Dan tak lupa kami ingin menyampaikan banyak-banyak terima kasih yang sebesar besarnya kepada yang terhormat:

1.     Ibu Munasih selaku dosen pembimbing mata kulia  sistem pernafasan
2.     Semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan kepada kami.

            Harapan kami dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memberikan bantuan serta dukungan kepada kami Amein…


                                                                                                            
                                                                                                             Penulis,                     


 BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang
Pada dasarnya tingkat penderita bronkhitis di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat itu ditandai dengan adanya penambahan jumlah pasien yang masuk rumah sakit.
Bronkhitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis ) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size ), sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Bronchitis kronis dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada seorang pasien, dalam keadaan lanjut penyakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran nafas yang menetap yang dinamakan cronik obstructive pulmonary disease ( COPD ).
1.2  Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan mengenai bronkhitis kronis?
1.3  Tujuan Masalah
Mengetahui tentang informasi tentang Asuhan Keperawatan bagi klien penderita bronkhitis krinis?



BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian bronkhitis
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis ) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size ), sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Bronchitis kronis dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada seorang pasien, dalam keadaan lanjut penyakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran nafas yang menetap yang dinamakan cronik obstructive pulmonary disease ( COPD ).
Dinegara barat, kekerapan bronchitis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Di Inggris dan Amerika penyakit paru kronik merupakan salah satu penyebab kematian dan ketidak mampuan pasien untuk bekerja. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti dengan pengobatan memakai antibiotik. Di Indonesia belum ada laporan tentang anka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki dan wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai dari anak bahkan dapat merupakan kelainan congenital.

2.2    Etiologi
Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun didapat. Kelainan congenital Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau factor pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronchitis yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru. Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya, misalnya : mucoviscidosis ( cystic pulmonary fibrosis ), sindrom kartagener ( bronkiektasis konginetal, sinusitis paranasal dan situs inversus ), hipo atau agamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur ( anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis ), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis konginetal. Kelainan didapat oleh 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dari polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
·     Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
·     Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
·     Polusi
Pulusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.

·     Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
·     Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

2.3    Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil – kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel – sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan – perubahan pada sel – sel penghasil mukus dan sel – sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.



2.4    WOC
Perokok ( Nikotin ), Polusi Udara ( Sulfur dioksida & Nitrogen dioksida )

Iritasi pernafasan jalur neurohumoral
Hipersekresi kelenjar mukus bronkus, diikuti oleh Hiperplasia dan metaplasia, pembentukan sel – sel goblet yang mengeluarkan musin pada epitel permukaan kedua saluran udara besar / kecil.
Hambatan aliran udara pada saluran udara yang lebih besar
Sekret bertambah, menimbulkan hambatan aliran udara yang lebih besar. Dalam saluran udara kecil, bahkan dapat membuntu
Perubahan tekanan udara didalam bronkiol alveoli, penebalan (Hipertrofi dan otot polos) sehingga menyempitkan jalan udara dan membatasi aliran udara
Batuk Kronis disertai dahak sepanjang hari dan sesak nafas sekurang – kurangnya 3 bulan per tahun.
 



2.5    Gambaran Klinis
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan. Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala :

·     Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian :
-       Lapisan teratas agak keruh
-       Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
-       Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak ( celluler debris ).
·     Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling ringan ( streaks of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri broncialis (daerah berasal dari peredaran darah sistemik). Pada dry bronchitis ( bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena bronchitis jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada tuberculosis paru, bronchitis (sekunder) ini merupakan penyebab utama komplikasi haemaptoe. Sesak nafas (dispnue) Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.
·     Demam berulang
Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang) Kelainan fisis Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis komplikasi bronchitis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus.



2.6    Klasifikasi Bronkhitis Kronis
2.6.1       Klasifikasi Bronkhitis Kronis dibagi menjadi 3 antara lain :
·         Bronkhitis kronis ringan( simple chronic  bronchitis) ditandai dengan batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan.
·         Bronkhitis kronis mukopurulen(chronic mucupurulen bronchitis) ditandai dengan batuk berdahak kental,purulen (berwarna kekuningan)
·         Bronkhitis kronis dengan penyempitan saluran nafas( chronik bronkhitis with obstruction) ditandai dengan batuk berdahak yang dusertai sesak nafas berat dan suara mengi.
Untuk membedakan ketiganya didasarkan pada riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis oleh dokter disertai pemeriksaan penunjang (jika diperlukan),yakni radiologi (rontgen), faal paru, EKG, analisa gas darah.

2.7    Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien bronchitis terdiri atas dua kelompok : Pengobatan konservatif, terdiri atas :
1.     Pengelolaan umum
Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi : Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien , Contoh :
·       Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering. Mencegah / menghentikan rokok Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
·       Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah sebagai berikut : Melakukan drainase postural Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama 10 – 20 menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan pada pada punggung pasien dengan punggung jari.
·       Mencairkan sputum yang kental Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan obat-obat mukolitik dan sebagainya.
·       Mengatur posisi tepat tidur pasien Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum.
·       Mengontrol infeksi saluran nafas. Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan jalan mencegah penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan.
2.     Pengelolaan khusus.
Kemotherapi pada bronchitis Kemotherapi dapat digunakan : secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus ( ISPA ) untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru atau kedua-duanya digunakan Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis, tidak pada setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid (putih jernih). Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.
·       Drainase secret dengan bronkoskop Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain : Menentukan dari mana asal secret Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi.
·       Pengobatan simtomatik Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau mebahayakan pasien.
·       Pengobatan obstruksi bronkus Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (%FEV 1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
·       Pengobatan hipoksia. Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
·       Pengobatan haemaptoe. Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari berbagai penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
·       Pengobatan demam. Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam, lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic perlu juga diberikan obat antipiretik.
·       Pengobatan pembedahan Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena. Indikasi pembedahan : Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk operasi Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi berulang atau haemaptoe dari daerah tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.

2.8    Pencegahan
Timbulnya bronchitis kronis sebenarnya dapat dicegah, kecuali dalam bentuk congenital tidak dapat dicegah. Menurut beberapa literature untuk mencegah terjadinya bronchitis kronis ada beberapa cara : Pengobatan dengan antibiotic atau cara-cara lain secara tepat terhadap semua bentuk pneumonia yang timbul pada anak akan dapat mencegah (mengurangi) timbulnya bronchitis kronis Tindakan vaksinasi terhadap pertusis (influenza, pneumonia) pada anak dapat pula diartikan sebagai tindakan preventif terhadap timbulnya bronchitis kronis.

2.9    Pengkajian.
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis :
·         Aktivitas/istirahat
-        Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise.
·         Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari. Ketidakmampuan untuk tidur.
-        Dispnoe pada saat istirahat.Tanda : Keletihan Gelisah, insomnia.
·         Kelemahan umum/kehilangan massa otot.Sirkulasi
-        Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
-        Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat.
-        Distensi vena leher.
·         Edema dependent Bunyi jantung redup.
-        Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis
-        Pucat, dapat menunjukkan anemi.
-        Integritas Ego
-        Gejala : Peningkatan faktor resiko
·         Perubahan pola hidup
-         Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
-         Makanan/cairan
-         Gejala : Mual/muntah.
-         Nafsu makan buruk/anoreksia
·         Ketidakmampuan untuk makan
-         Penurunan berat badan, peningkatan berat badan
-         Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat.
-         Penurunan berat badan, palpitasi abdomen
·         Hygiene
-         Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
-         Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
·         Pernafasan
-         Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
·         Episode batuk hilang timbul.
-         Tanda : Pernafasan biasa cepat.
-         Penggunaan otot bantu pernafasan
-         Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal.
·         Bunyi nafas ronchi
-         Perkusi hyperresonan pada area paru.
-         Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
-         Keamanan
-         Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi.
·         Seksualitas
-         Gejala : Penurunan libido
·         Interaksi sosial
-         Gejala : Hubungan ketergantungan
-         Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat
·         Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
-         Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress
-         Pernafasan
-         Keterbatasan mobilitas fisik.
·         Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
-         Pemeriksaan diagnostik :
-         Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
-         Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
-         TLC : Meningkat
-         Volume residu : Meningkat.
-         FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
-         GDA : PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.
-         Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
-         Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
-         EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.

2.10    Diagnosa Keperawatan
·         Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
·         Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus
·         Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
·         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
·         Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
·         Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
·         Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
·         Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan dirumah.



2.11    Intervensi keperawatan
2.11.1   Perencanaan Keperawatan
1.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan :
Mempertahankan jalan nafas paten.
Rencana Tindakan:
·     Auskultasi bunyi nafas
-     Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
·     Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
-     Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
·     Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
-     Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.
·     Observasi karakteristik batuk
-     Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau kelemahan
·     Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
-     Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.
2.       Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Tujuan
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Rencana Tindakan:
·       Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
-     Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
·       Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
-     Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
·       Auskultasi bunyi nafas.
-     Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi
-     Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
·       Awasi GDA
-     Rasional : PaCO­2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
·       Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
-     Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.

3.       Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Tujuan:
perbaikan dalam pola nafas.
Rencana Tindakan:
·       Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
-     Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
·       Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
-     Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
·       Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
-     Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan

4.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Tujuan :
Menunjukkan peningkatan berat badan.
Rencana Tindakan:
·       Kaji kebiasaan diet.
-     Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
·       Auskultasi bunyi usus
-     Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
·       Berikan perawatan oral
-     Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapatmembuat mual dan muntah.
·       Timbang berat badan sesuai indikasi.
-     Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
·       Konsul ahli gizi
-     Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.
5.       Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Tujuan :
mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Rencana Tindakan:
·       Awasi suhu.
-     Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
·       Observasi warna, bau sputum.
-     Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
·       Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
-      Rasional : mencegah penyebaran patogen.
·       Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
-     Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
·       Berikan anti mikroba sesuai indikasi
-     Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
6.       Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan :
Menunjukkan perbaikan dengan aktivitas intoleran
Rencana tindakan:
·       Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan exercise, berjalan perlahan atau latihan yang sesuai.
-     Rasional : Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak O2.
7.       Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan :
pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.
Rencana tindakan:
·       Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
-     Rasional : Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya.
·       Berikan dorongan emosional.
-     Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit yang dialami.
·       Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah
-     Rasional : Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang dirasakan
·       Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan
-     Rasional : Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau bekerjasama dalam tindakan perawatan dan pengobatan.
·       Beri dorongan spiritual
-     Rasional : Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan pada TYME atas kesembuhannya.
8.       Kurang pengetahuan yang tentang proses penyakit dan perawatan di rumah
Tujuan :
Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi :
·       Jelaskan proses penyakit individu
-     Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana pengobatan.
·       Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
-     Rasional : Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan kolaps jalan nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas
·       Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya udara, serbuk, asap tembakau.
-     Rasional : Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan produksi sekret jalan nafas.
2.12     Impelementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
2.13      Evaluasi.
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya.



BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
            Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis ) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun didapat. Kelainan congenital Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan.
            Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif.



DAFTAR PUSTAKA

·         Carolin, Elizabeth J, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta, 2002.
·         Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa ; editor, Monica Ester, Edisi 3, EGC ; Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar