kursor

iNi DiA..!!!!!

iNi DiA..!!!!!
ciiiLuuK baaaa...!!!!

Minggu, 16 September 2012

Sistem Hematologi dan Imunologi “limfoma maligna”

MAKALAH
Sistem Hematologi dan Imunologi
limfoma maligna


Disusun oleh kelompok 4:



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PEMKAB JOMBANG
2010-2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur  Alhandulillah penuliis  panjatkan kehadirat Allah berkat rahmat dan karunia-Nya kita berada dalam keadaan sehat wal afiat dan mendapat kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Dengan segala suka dan duka dalam menyelesaikan makalah ini penulis dapat mengambil banyak pengetahuan baru yang menunjang kemajuan, perkembangan dan pendidikan kami.
Demikian makalah ini penulis haturkan kepada pembaca,semoga dapat bermanfaat.Penulis sadar sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari segi bahasa maupun segi ilmiah oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurmaan makalah ini.
                                                                         






Jombang, 12 September 201

Penulis



DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................................   
Kata Pengantar ..................................................................................................................   
Daftar Isi ............................................................................................................................   
BAB I PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang ..................................................................................................   
BAB II PEMBAHASAN
2.1.  Definisi................................................................................................................
2.2.  Etiologi................................................................................................................
2.3. Patofisiologi.........................................................................................................
2.4. Manifestasi Klinik ..............................................................................................
2.5. Klasifikasi ...........................................................................................................
2.6. Komplikasi ..........................................................................................................
2.7.  penatalaksanaan..................................................................................................
2.8. Pemeriksaan Lab/ Penunjang ..............................................................................
2.9. Asuhan Keperawatan ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Limfoma adalah maligna yang timbul dari sistem limfatik. Ini merupakan tipe kanker terbesar keenam dengan perkiraan insiden per tahun 50.900 kasus. Dibagi ke dalam beberapa bagian yakni penyakit Hodgkin (HD) dan limfoma non-Hodgkin (NHL). Insiden per tahun untuk jenis HD 7.900 kasus, dan sisanya sekitar 4300 kasus jenis NHL. Dengan alasan-alasan yang juga tetap belum belum jelas sampai saat ini, insiden NHL telah meningkat di Amerika Serikat. Kematian keseluruhan setiap tahun yang berhubungan dengan limfoma sekitar 22.000. angka bertahan hidup lima tahun sangat bervariasi tergantung pada fase dan jenis sel dari penyakit tersebut. Penyakit hodgkin mempunyai kesempatan hidup lima tahun setelah didiagnosa sekitar 77%, sementara untuk NHL sekitar 51%.


BAB II
PEMBAHASAN


2.1. Definisi
Ø  Limfoma (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma malignum (maligna = ganas).
Ø  Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain.
Ø  Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya).

2.2. Etiologi
Ø  Penyebab tidakdiketahui, tetapi faktor resiko yang diidentifikasi mencakup keadaan imunodefisiensi (kongenital atau didapat), serta pajanan dengan herbisida , pestisida, dan pelarut organik serta benzena.
Ø  Peningkatan insiden AIDS dihubungkan dengan limfoma derajat tinggi yyang menunjukkan imunosupresi sebagai faktor penyebab (Williams dkk, 2001).
Ø  Virus telah diimplikasikan, terutama virus Epstein-Barr ditemukan pada limfoma burkitt dan yang lebih mutakhir diimplikasikan pada patogenesis penyakit Hongkin (Weinshel, Peterson, 1994).
Ø  Pembentukan tumor awal adalah pada jaringan limfatik sekunder (misal jaringan getah bening atau lien) tempat limfosit abnormal menggantikan struktur normal.



2.3. Patofisiologi              
 

 














Rounded Rectangle: RR↑, dispneu, takikardia,                                                                                








 





2.4.  Manifestasi Klinik
Ø  Pembengkakan kelenjar getah bening
Pada limfoma Hodgkin, 80% terdapat pada kelenjar getah bening leher, kelenjar ini tidak lahir multiple, bebas atas konglomerasi satu sama lain. Pada limfoma non-Hodgkin, dapat tumbuh pada kelompok kelenjar getah bening lain misalnya pada traktus digestivus atau pada organ-organ parenkim.
Ø  Demam tipe pel Ebstein, suhu tubuh lebih dari 38°C
Ø  Keringat malam
Ø  Berat badan menurun lebih dari 10% tanpa diketahui penyebabnya dalam 6 bulan.
Ø  Nafsu makan menurun.
Ø  Daya kerja menurun
Ø  Terkadang disertai sesak nafas
Ø  Nyeri setelah mendapat intake alkohol (15-20%)
Ø  Pola perluasan limfoma Hodgkin sistematis secara sentripetal dan relatif lebih lambat, sedangkan pola perluasan pada limfoma non-Hodgkin tidak sistematis dan relatif lebih cepat bermetastasis ke tempat yang jauh.

2.5. Klasifikasi
Dua kategori besar limfoma dilakukan atas dasar histopatologi mikroskopik dari kelenjar getah bening yang terlibat yaitu:
2.5.1. Limfoma Non-Hodgkin (NHL)
Umur median pasien limfoma non-hodgkin adalah 50 tahun. Klisifikasi limfoma non-hodgkin berada dalam keadaan transisi. Klisifikasi rappaport yang digunakan secara luas (diperkenalkan pada tahun 1956) didasarkan pada sitologi dan susunan arsitektur limfosit maligna dalam kelenjar limfe. Klasi fikasi ini membagi limfoma menurut 1. Jenis nodular (N); sel-sel neoplastik berkelompok dalam agregat kohesif yang merangsang folikel limfoid,  dan jenis 2. Difus (D); pada jenis ini tidak terjadi agregasi.
Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang imunologi dan fisiologi limfosit, seperti membedakan limfosit dalam sel B dan sel T, memberikan klasifikasi yang lebih pasti dari limfoma non-hodgkin seperti yang tercermin dalam klasifikasi oleh lukes dan collins. Lukes dan colllins memperlihatkan bahwa 70% limfoma ditemukan berasal dari sel B. Klasifikasi terbaru yang dikenal dengan formula kerja, merupakan hasil usaha dari institusi internasional. Klasifikasi ini didasarkan pada imunologi, fisiologi limfosit, morfologi seerta tingkah laku pada limfoma. Tiga kategori prosnostik telah diidentifikasi: limfoma maligna derajat rendah, derajat menengah, dan derajat tinggi.
Ø  Limfoma Limfosit Berdifensiasi Baik (WDLL)
Pada tipe ini, yang hanya berpola difus, sel-sel tuor memiliki gambaran limfosit kecil, bulat, dengan sitoplasma sedikit, dan mirip limfosit normal yang tidak terangsang. Inti bulat, padat, dengan nukleoli yang tidak mencolok. Gambaran mitosis jarang. Yang erat hubungannya dengan WDLL iyalah leukimia limfosit kronik (CLL), juga ditandai dengan limfosit neoplastik kecil, tidak hanya dalam nodus seluruh tubuh, tetapi juga dalam sum-sum tulang dan darah perifer. Keduanya timbul melalui trasformasi neoplasma limfosit B kecil. Secara histologis, dalam nodus kedua penyakit tersebut adalah identik.  Gambaran klinisnya juga sama. Keduanya terjadi primer dalam golongan uur tua, gejala yang berhubungan ringan dan keleangsungan hidup lama. Limfadenopati lokal dan umum sering terjadi pada WDLL., dan adanya lokalisasi ekstranodus (parenkim) jarang ditemukan pada limfoma ini.
Ø  Limfoma Limfosit Berdifensiasi Buruk (PDLL)
Sel tumor pada PDLL terjadi atas limfosit B atipik, yang membentuk nodulus atau infiltrat difus. Sel tumor ini sedikit lebih besar dari pada  yang tampak pada WDLL (tetapi lebih kecil dari sel endotel benigna atau histiosit, yang digunakan sebagai rujukan jika mengevaluasi ukuran). Intinya ireguler, dengan indentasi yang nyata pada membran inti, dan lekukan linier (inti bercelah). Kromatin kasar dan padat sementara mitosisny jarang. Sebagian kasus PDLL difus berkaiatan dengan adanya sel tumor pada darah perifer ( yang disebut limfo sarkoma sel leukimia), walaupun kekerapan laukimia jauh lebih rendah dari pada WDLL).  
Ø  Limfoma Histiosit (HL)
Tipe ini khas ditandai dengan sel neoplastik yang dua atau tiga kali lebih besar dari pada limfosit normal. Sel tumor mempunyai inti vesikuler, yang biasanya bulat walaupun kadang-kadang reniform, berindentasi, atau berlobus disertai satu atau sampai tiga nukleoli.intinya lebih besar dari pada histiosit jaringan benigna. Walaupun HL dapat terjadi dalam bentuk NHL yang paling sering.
Kategiri histiologik khusus yang terkait, yang kadang-kadang disertai dengan kelainan imunologis seperti sindroma Sjogren, atau keadaan imunosupresi (misalnya pada resipien alograf ginjal), telah disebut sebagai limfomaimunoblastik. Limfoma histiosit telah  dikutip sebagai contoh utama ketidaktepatan ilmiah klasifikasi rappaport).
Hampir selalu HL sekarang terdiri atas sel sejenis T dan B aktif, dan libih besar. Dengan demikian banyak pakar menyukai istilah limfoma difus sel besar untuk jenis tumor ini. Dengan mengabaikan dengan sebutan yang disukai, limfoma ini berhubungan dengan keadaan klinik yang berbeda-beda. Dibandingkan dengan limfoma limfosit, keterlibatan ekstra nodus lebih sering, tentu saja keterlibatan saluran gastrointestinal, kulit, tulang, atau otak sering memberikan gejala. 
Ø  Limfoma Campuran Limfosit-Histiosit
Pada tipe ini, ada sel—sel tipe PDLL, juga tipe sel besar (histiosit). Pada umumnya tumor diklasifikasikan sebagai campuran bila sel-sel besar ditemukan 30-50% dari jumlah total sel. Pada sitologi ini tampak dalam bentuk-bentuk difus dan nodular. Sebagaimana dalam kebanyakan subtipe sitologi lain, bentuk nodular memiliki prognosis lebih baik. Tetatpi keadaan yang relatif jarang pada limfoma campuran ini, telah menyukarkan dalam melakukan studi jangka panjang yang teliti.
Ø  Limfoma Limfoblas
Ini merupakan tambahan yang relatif baru pada klasifikasi rappaport. Sebelumnya kasus-kasus ini masuk dalam PDLL difus, tetapi penelitian mutakhir menunjukkan bahwa limfoma limfoblas merupakan keadaan klinikopatologi yang berbeda, yang berhubungan erat dengan leukimia limfoblas. Akut sel T (ALL). Sel-sel tumor dalam limfoma limfoblas relatif seragam. Seperti umumnya dengan sel-sel leukimia ALL., sel-sel limfoma mempunyai gambaran limfoblas imatur, dengan jalinan kromati halus bercorak. Kebanyakan kasus, selaput inti menunjukkan invaginasi dalam, memberi gambaran berlekuk-lekuk (berlobul). Mitosis relatif sering terjadi. Limfoma limfoblas terutama menyerang laki-laki muda (2:1) kebanyakan penderita berumur dibawah 20 tahun, meskipun beberapa kasus masa kini yang menjangkiti orang dewasa juga ditemukan. Keadaan klinik yang sangat khas terdapat pada massa mediastium yang mencolok pada 50-70% kusus pada saat diagnosis, kemungkinan berasl dari kelenjar timus. Penyakit berjalan cepat progresif dengan penyebaran awal ke sumsum tulang belakang ke dalam darah serta miningitis, menimbulkan evolusi gambaran menyerupai ALL. Sampai sekarang prognosis tumor ini kabur, tetapi usaha-usaha mutakhir untuk pengobatan tumor ini dilakukan secara agresif denga memanfaatkan tatalaksana efektif pada ALL, telah memperoleh hasil-hasil yang menggembirakan dalam beberapa penelitian.
Ø  Limfoma Tidak Berdiferensiasi
Tipe ini disebut demikian karena sel tidak menunjukkan maturasi ke arah limfosit atau histiosit. Dalam ketegori ini dua subkelompok yang secara klinik berbeda telah diketahui : tipe burkit dan non-burkit. Secara histiosit limfoma tidak berdiferensiasi non-burkit terdiri atas sel-sel yang berukuran diantara ukuran sel-sel PDLL dan histiosit. Terdapat sejumlah inti dan pleomorfisme sel bersama dengan indeks mitosis tinggi. Secara klinik tumor-tumor ini bersifat sebagai limfoma difus sel-sel besar.
Limfoma tidak berdiferensiasi jenis burkitt dicatat untuk pertama kali di Afrika, tempat yang endemik di beberapa tempat, tetapi juga secara sporadik di daerah nonendemik. Secara histiologis kasus-kasus limfoma burkit pada penduduuk Afrika dan yang secara nonendemi pada bangsa Amerika saja. Tumor-tumor ini terdiri atas larutan difus sel-sel yang sangat monoton, dengan diameter antara 10-25 µm, dengan inti bulat atau lonjong, mengandung dua samapi lima nuklei yang jelas. Terdapat sitoplasma yang berwarna basofil atau amfofil lemah dalam jumlah agak banyak, yang sering kali mengandung vakuol berisi lipid. Indeks mitosis tinggi sangat khas untuk tumor ini, sebagaimana kematian sel yang dinyatakan adanya sejumlah makrofag jaringan dengan mencerna debris inti. Karena makrofag ini dikelilingi oleh zona kosong, yang secara merata menyebar di antara sel-sel tumor, maka membentuk pola “langit berbintang”. Harus dicatat bahwa gambaran “langit berbintang” juga dapat dilihat dalam limfoma lain (seperti tipe limfoblas) yang memiliki indeks mitosis tanggi. Kasus penduduk Afrika dan bukan Afrika secara luas terdapat pada anak-anak atau orang-orang muda. Pada kedua bentuk penyakit tersebut yang mengenai nodus limfatik. Dalam kasus bangsa Afrika, keterlibatan maksila atau mandibula merupakan pola umum, sedangkan tumor pada bagian perut (usus, retroperitonium, ovarium) merupakan kasus umum yang yang ditemukan di Amerika. Transfoormasi leukimia kadang-kadang terjadi., khususnya pada kasus-kasus di Afrika. Tumor-tumor ini memberikan reaksi baik terhadap kemoterapi agresif dan dilaporkan adanya remisi jangka panjang waktu lama. Tetapi dalam banyak kasus dapat kambuh lagi, dan sebagian besar penderita meninggal dalam waktu 5 tahun.  
Ø  Limfoma Sel-T Kulit
Limfoma sel-T kulit mencakup spectrum kalainan, termasuk mikosis fungoides dan sindroma sezary, yang merupakan contoh paling baik. Penyakit ini disebkan oleh ekspansi monoklonal limfosit-T penolong (T4+). Keadaan ini erat berhubungan dengan keganasan limfoid, yang terutama pada kulit jauh lebih umum dibandingkan dengan yang diperkirakan sebelumnya. Menurut beberapa pakar, kira-kira 10.000 kasus baru dibuat diagnosis setiap tahun. Mikosis fungoides biasanya mengenai laki-laki berumur 40 tahun sampai 60 tahun. Lesi dimulai sebagai eksem yang tidak berbatas tegas , disusul oleh pembentukan bercak-bercak, dan akhhirnya timbul nodul-nodul tumor multipel. Secara histiologis terdapat infiltrasi epidermis dan dermis bagian atas oleh sel-sel neoplasi T yang biasanya memiliki inti-inti yang berlekuk (serebriform). Pada sebagian besar penderita terjadi penyebaran ekstrakutan ke nodus limfatik dan visera.
Sindroma sezary merupakan kondisi yang berhubungan dengan penyebaran ke kulit diikuti eritroderma eksfoliatif generalisata, tetapi lesi kulit tersebut jarang menyebabkan pembengkakan. Sebagai gantinya, terdapat limfosit atipi dalam darah yang memiliki penampilan serebriform sama dengan yang tampak pada infiltrasi mikosis fungoides dalam kulit. Jadi sindroma sezary dapat dianggap varian leukimia dari limfoma sel-T pada kulit. Dengan cara-cara pengobatan mutahir, rata-rata kelangsungan hidup penderita limfoma sel-T kulit ini mencapai sembilan sampai sepuluh tahun.
  
2.5.2. Limfoma Hodgkin (HD)
Hampir secara universal, klasifikasi tunggal penyakit hodgkin diterima, yaitu klasifikasi Rye. Pada dasarnya ada 4 sub tipe: 1.limfosit dominan , 2. Bentuk campuran sel, 3. Limfosit sedikit dan 4. Sklerosis nodular. Tetapi sebelum memberikan penjelasan, kita harus mencatta denominator umum antara semuanya-sel RS- dan metode yang digunakan untuk menandai derajat penyakit pada penderita disebut sebagai sistem stadium.
Kondisi penting diaknosis histologi penyakit hodgkin ialah terdapatnya sel reed-sternberg(sel RS). Meskipun penting , sel RS bukan kekusussan penyakit hodgkin, karena kadang-kadang terdapat dalam mononukleosis infeksiosa, mikosisfungoides dan dalam limfoma non hodgkin , demikian juga pada bentuk-bentuk lain. Sel RS memiliki sitoplasma yang biasanya agak eosenofil , dengan ukuran diameter berkisar antara 15 sampai 45. Secara asas dibedakan antara yang memiliki intim multilobus maupun yang multi nukleus dengan inti besar, bulat dan nekleolus mencolok. Ciri khasnya ialah dua inti yang berbanyangan cermin, masing-masing membawa nukleolus asidofil besar yang dikelilingi oleh zona yang sangat jelas jernih, bersama-sama memberikan penanpakan bermata burung hantu. Selaput inti nyata berbeda sel-sel abnormal lain, mungkin mewakili berbagai varien sel RS, mungkin juga terdapat dalam penyakit hodgkin.    
Ø  Penyakit hodgkin dengan limfosit dominan
Sub kelompok ini ditandai oleh sejumlah besar limfositmatur bercampur dengan sejumlah histiosit jinak.sel tersebut secara difus membanjiri nodus limfatik dan melenyapkan arsitektur normal atau mungkin terdapat dalam area-area nodular yang sukar ditemukan. Sel RS yang kas tersebar luas dan sangat sukar ditemukan,meskipun varian yang memiliki nukleoli lebih kecil mungkin banyak jumlahnya.sel sel lain,seperti eosinifil,neotrofil dan sel plasma, sedikit atau bahkan tidak ada dan sedikiy bukti nekrosis atau fibrosis.mayoritas penderita laki laki,biasanya dibawah umur 30 tahun dan mereka bergejala penyakit tertentu dan prognosis sangat  baik.
Ø  Penyakit hodgkin bentuk campuran sel
Bentuk ini menempati posisi klinik antara limfosit dominan dan limfosit sedikit. Sel RS yang khas banyak, tetapi jumlah limfosit kurang dibandingkan bentuk limfosit dominan keterlibatan nodus limfotik hampir selalu difus. Pola penyakit hodgkin ini dibedakan oleh infiltrasi heterogen sel-sel yang meliputi eosinofil sel plasma dan histiosit jinak’
Ø  Penyakit hodgkin limfosit sedikit
Pola ini ditandai oleh kekurangan limfosit dan kelebihan relatif sel RS ataupun jenis pleomorvina. Ada dua bentuk morfologi, disebut fribosis difus dan jenis retikular. Yang terdahulu, nodus bersifat hiposelular dan sebagian besar diganti oleh bahan berserat sejenis protein yang mewakili jaringan ikat tanpa batas tepi secara tidak langsung.
Ø  Penyakit hodgkin sklerosis nodular
Pola ini berbeda dari tiga bentuk lainnya, baik secara klinik maupun histologik morfologi ditandai oleh dua sifat : 1. Adanya varien khusus sel RS, sel lakuna. Seli ini besar dan memiliki satu intil tunggal, berbagai dengan banyak nukleoli kecil dan sitoplasma berlimpah, berwarna pucat dengan batas tepi yang tegas. Pada jaringan yang difiksasi formalin sitoplasma sel ini sering mengisut. 2. Sifat lain yang terlihat pada banyak kasus ialah adanya pita kolagen yang membelah jaringan limfoid ke dalam nodul yang terbatas. Fibrosis dapat sedikit/banyak, infiltrasi sel dapat berupa perbandingan limfosit dan sel lakuna yang bervariasi. Sel RS plasi jarang ada. Pada keadaan dengan pita kolagen berjumlah sedikit, diagnosis tergantung identifikasi sel lakuna. Secara klinik, penyakit hodgkin klerosis nodula memiliki beberapa sifat berbeda: merupakan bentuk satu-satunya yang lebih umum terdapat pada wwanita, dan memiliki kecenderungan kuat untuk menyebar ke nodus-nodus limfatik leher bawah, supraklafikula dan mediastinum sebagian besar penderita adalah remaja dan orang dewasa muda dengan proknosis sangat baik, khususnya ditemukan pada stadium  I dan Oleh karenanya diagnosis penyakit hodgkin sepenuhnya tergantung pada identifikasi cermat sel REED sternberd pada sebagian besar varian dan sel lakuna pada pola sklerosis nodular.
Dalam semua bentuk, keterlibatan limpa, hati, sumsum tulang, dan alat-alat tubuh serta jaringan lain mungkin timbul setiap saat dan berbentuk jaringan noduli seperti tumor yang ireguler mirip yang terdapat pada nadular limfatik. Kadang- kadang limpa sangat membengkak kerena adanya masa-masa nodular. Pada saat lain keikutsertaan tersebut lebih samar dan menjadi jelas hanya dengan pengamatan mikroskop

2.6. Komplikasi
Komplikasi yang dialami oleh pasien dengan limfoma dihubungkan dengan penanganan dan berulangnya penyakit.efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan kemoterapi meliputi alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis, dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah potensial komplikasi yang paling serius yang munkin dapat menyebabkan syok sepsis. Resiko sepsis lebih tinggi pada regimen kemoterapi agresif dan transplantasi sumsum tulang.  Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmunal. Perkembangan leukimia yang disertai oleh agen alkalin mungkin menjadi satu komplikasi yang fatal.
Efek samping radio terapi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok, maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut: mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva. Juga mungkin dapat terjadi peningkatan karies gigi. Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan, anoreksi, supresi sumsum tulang. Pneumonitis radiasi merupakan efek samping lama dari pengobatan pada daerah mediastinum.
Sindrom vena kava superior dan kompresi medulla spinalis merupakan kegawatan onkologi secara struktural yang sering terjadi dari limfoma. Sindroma lisis tumor dapat berkembang pada pengobatan limfoma fase lanjut. Hiperkalsemi dapat diperlihatkan selama terapi bila tulang terkena.

2.7.  Penatalaksanaanm
Penyakit Hodgkin
Perencanaan pengobtan didasarkan atas penyebaran atau luasnya, dan fase penyakit tersebut. Terapi radiasi adalah kuratif pada HD setempat. Radioterapi batang eksterna diberikan dengan dosis terbagi lebih dari beberapa minggu pada daeah nodul yang terkena dan berdekatan. Bila penyakit terdeteksi pada nodus limfa dibawah diafragma, radiasi subtotal atau total direkomdasikan yang tergantung pada lokasi nodul. Terkenanya sumsum tulang mengindikasikan penyakit fase lanjut yang membutuhkan kemoterapi.
Kemoterapi kombinasi dihubungkan dengan remisi lengkap pada 80% pasien yang diobati untuk HD. Regimen kombinasi, MOPP (nitrogen mustard [mecholethamine), vinkristin (oncovin), prednison, prokarbasin (matulane), merupakan regimen kemoterapi kombinasi yang pertama kali berhasil baik. MOPP atau ABVD (doksorubisin [adriamycin], blemicin [bleoxanel], vinblastin [velban], derkarbazin [DTIC] diberikan untuk siklus multiple sebagai terapi awal. Kira-kira setengah pasien tidak beresons pada MOOP, kekambuhan biasanya terjadi dalam dua tahun pertama setelah pengobatan awal dan sekarang sedang diobati dengan regimen kemoterapi penyelamatan atau transplantasi sumsum tulang.
Limfoma Non-Hodgkin
Pengobatan pada NHL tidak seperti pada pengobatan HD karena begitu banyak jenis NHL. NHL pada lambung atau traktus gastrointestinal sering direseksi sebelum terapi lain. Pasien dengan pembesaran limpa mungkin akan menjalani splenektomi sebelum pengobatan dimulai.
Terapi radiasi merupakan pendekatan kuratif hanya jika NHL terlokalisasi pada daerah-daerah tertentu. Radioterapi seluruh otok digunakan jika dalam management penyakit ke SSP, tetapi tidak seberhasil dengan penyakit terlikalisasi di tempat-tempat lainnya. Radioterapi batang elektron dapat digunakan untuk menangani terkenanya kulit dengan NHL.
Saat memulai kemoterapi pada pasien dengan limfoma derajat rendah masih teteap kontroversial. Riwayat alamiah dari NHL ini telah menunjukkan bahwa dengan pengobatan minimal, dapat diharapkan kemampuan bertahan hidup 7-10tahun. Penanganan minimal dapat didefinisikan sebagai dosis rendah, kemoterapi oral (seperti klorambusil [leukeran]) dengan atau tanpa prednison. Karena penyakit ini menjadi progresif lalu direkomendasikan pendekatan yang ageresif, dengan menggunakan kemoterapi kombinasi. Beberapa agen yang telah digunakan meliputi siklofosfamid, vinkristin, vinblastin, bleomisin, dan doksurubisin. COP (siklofosfamid, oncovin [viscristine], prednison). Sering kali diberikan untuk satu bulan sekali atau setiap enam minggu. Pasien umumnya mentoleransi dengan baik terapi ini, terutama pasien lansia dengan penyakit-penyakit morbiditas lainnya. Pada beberapa pusat kanker, pasien usia muda dengan limfoma derajat rendah sedang menjalani pembedahan transplantasi sumsum tulang.
NHL dengan intermediet dan derajat tinggi  perkembangan yang cukup berarti dibuat pada jangka panjang, yakni hidup bebas penyakit dengan kemoterapi kombinasi agresif. Sejumlah regimen kemoterapi sedang dignakan , yang paling umum adalah: HOP, CHOPE, m-BICOD, pro-MACE-CytaBOM, COMLA, dan MACOP-B. Respons rata-rata bervariasi dengan protokol ini dan tetap harus ditentukan mana yang terbaik. Seluruh terapi ini dikaitkan dengan neutropenia yang meningkatkan resiko infeksi pada pasien. Transplantasi sumsum tulang telah digunakan pada pasien yang tidak berespons pada terapi awal dan dengan NHL yang kambuh. Pasien pediatrik dan adelesen dengan NHL ditangani berbeda dari pasien dewasa. Kombinasi multi obat agresif digunakan diatas paling sedikit periode dua tahun. Anak-anak juga menerima obat profilaksis SSP dengan kemoterapi intratekal (metotreksat dan atau sitosin arabinosid) dan atau terapi radiasi.          

2.8. Pemeriksaan Lab/ Penunjang
2.8.1.  Pemeriksaan Rontgen
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum hal ini dapat ditemukan secara pemeriksaan fisik. Pada bronchopneumonia bercak – bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsosolidasi pada satu atau beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus. Foto rongent dapat juga menunjukkan adanya komplikasi pada satu atau beberapa lobus. Foto rongent dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, abses paru, perikarditis dll.

2.8.2.   Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiakkan dari usapan tenggorokan dan 30% dari darah. Urine biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit torak hialin.
2.8.3.  Pemeriksaan diagnostik
Jaringan yang didapat saat melakukan biopsi nodus limfa atau biopsi dengan jarum mengkonfirmasikan diagnosis limfoma. Pentahanan penyakit untuk menentukan penyebarannya meliputi hasil biopsi yang positif. Peperiksaan radiologis dapat meliputi skan CT, MRI, sinar-x dada , limfangiogram, intravena pielogram (IVP), dan scan CT tulang bila ada nyeri tulang. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang umumnya dilakukan untuk menentukan bila sumsum tulang terkena. Tindakan laparotomi, mungkin dilakukan untuk pasien HD bila penyakit diduga berada di bawah diafragma. Prosedur ini meliputi splenektomi, biopsi nodus limfa, dan biopsi hepar. Jika penyakit fase lanjut dikonfirmasi secara dini pada proses diagnostik dengan hasil biopsi sumsum tulang positif dan biopsi hepar, evaluasi lanjutan lalu menjadi tidak penting dan penanganan dapat dimulai. Tidak ada pemetriksaan darah yang khusus memberikan petunjuk untuk limfoma.

2.9. Asuhan Keperawatan
v PENGKAJIAN
Tgl / Jam MRS           : Diisi dengan tanggal-bulan-tahun dan jam masuk rumah                                                   sakit.
Ruang                          : Nama ruangan anak/ pasien dirawat.
No. Reg                       : Suatu rekam medik rumah sakit/puskesmas.
Dx. Medis                   : Diisi denganiagnosa yang ditegakkkan oleh tim medis.
                                                  Misalnya: Meningitis
Tgl Pengkajian            : Ditulis tanggal-bulan-tahun dan jam pengkajian dengan                                                     asumsi bahwa tanggal pengkajian tidak selalu bersamaan                                                         dengan waktu klien masuk rumah sakit.
1.     Identitas Klien
Nama              : Diisi dengan inisial dan status pasien, misal An. A
Umur               : Diisi dengan hari-bulan-tahun.
Jenis Kelamin : Laki-laki > perempuan
Agama            : Islam, kristen, katolik, hindu, buddha.
Suku/ Bangsa  : Jawa, madura, dst / WNI, WNA
Bahasa            : bahasa pengantar sehari-hari yang sering digunakan pasien.
Pendidikan      : Pendidikan terakhir klien.
Pekerjaan        : Bidang pekerjaan, profesi, status, atau sesuai dengan pekerjaan                             klien.
Status              : Kawin/tidak kawin, janda/duda, dibawah umur.
Alamat                        : Ditulis secara singkat alamat klien.
2.     Riwayat Keperawatan.
a.      Keluhan utama
Keluhan terbanyak pada penderita adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher, aksila, ataupun lipat paha. Berat badan semakin menurun, dan terkadang disertai dengan demam, sering berkeringat dan gatal-gatal.
b.     Riwayat penyakit sekarang.
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 ͦ C, sering keringat malam, kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan.
c.      Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d.     Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan
dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
e.      Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan
lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan
pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga
perokok.
f.      Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat
penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan
tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.

v PEMERIKSAAN FISIK
a .  Sistem kardiovaskuler.
Sianosis wajah dan leher, nyeri dada, palpitasi, pucat (anemia), keringat malam, ikterus skera.

b.  Sistem pernapasan.
Dispnea, takikardi, batuk kering non produktif, tanda distress pernafasan: RR meningkat dan dalam serta penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.
c.  Sistem pencernaan.
Anoreksia, disfagia (tekanan pada esophagus ), penuurunan berat badan sampai 10% yang tidak dapat dijelaskan, asites.
d.  Sistem eliminasi.
Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaransaat palpasi (hepatomegali), penurunan haluaran urin, urin gelap pekat, anuria.
e.  Sistem saraf.
Status mental: letargi, menarik diri, kurang minat umum terhadap sekitar, paraplegia.
f.  Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obstruksi vena kava inverior dari pembesaran nodus limfa intra abdominal (non Hodgkin)
g.     Sistem endokrin.
pembengkakan pada wajah leher rahang atau tangan.
















v ANALISA DATA
No.
Data
Etiologi
Masalah
1.
DS : pasien mengeluh kesulitan bernafas.

DO :
-        Pernafasan cuping hidung
-        RR ↑
-        Perubahan pergerakan dada.
-        Fase ekspirasi yang lama.
Pembesaran nodus limfatik
Perlekatan dan fiksasi nodus
Massa nodus
Pembentukan tumor
Mediastinal: jantung, paru-paru
Dispneu

Ketidak efektifan pola nafas.








2.
DS : Pasien melaporkan keletihan secara verbal.

DO:
-        Takikardia.
-        Skala ADL +1 (bantuan alat)
-        Konjungtiva anemis.
-        Demam
-        Penurunan BB 10%
Infeksi virus
Pengenalan antigen oleh limfisit T
Reaksi radang
Gangguan imunitas sel T
Kelemahan
Intoleransi Aktivitas


v DIAGNOSA
Ø  Pola pernapasan tidak efektif bd obstruksi trakeo bronkhial akibat pembesaran kelenjar limfe mediastinum.
Ø  Keletihan b/d peningkatan kebutuhan metabolik (proses keganasan).
Ø  Kerusakan integritas kulit/jaringan b/d efek radiasi dan kemoterapi
Ø  Perubahan proses keluarga bd perubahan situasi (perubahan peran/status ekonomi keluarga, ancaman kehilangan/perpisahan dengan anggota keluarga)
Ø  Kurang pengetahuan tentang penyakit, prosedur diagnostik dan terapi bd kurangnya pemaparan informasi.
Ø  Kurang nutrisi bd anoreksia, nausea, disfagia
Ø  Gangguan konsep diri (gambaran diri) b/d perubahan bentuk/struktur tubuh (pembesaran kelenjar limfe)
Ø  Risiko tinggi terhadap infeksi bd ketidakadkuatan sistem imunitas tubuh dan terapi imunosupresif (supresi sum-sum tulang belakang)

v TABEL NOC
Ketidakefektifan pola napas b.d. pembesaran kelenjar limfe mediastinum
Domain: Kesehatan Fisiologis ( II )
Kelas: Jantung-Paru ( E )
Cabang:Ventilasi ( 0403 )
INDIKATOR
1
2
3
4
5

Sangat banyak hambatan
Banyak hambatan
Sedang
Sedikit hambatan
Tidak ada hambatan
Status respirasi : ventilasi: pergerakanudarakedalam dank e luardariparu-paru
-        RR :
-        Cupinghidung
-        Oto bantu nafas
-        Hasilfoto (rontgen)






         


Status tanda vital : suhu, nadi, respirasidantekanandarahdalamrentang yang diharapkandariindividu
-        Suhu
-        RR
-        Nadi
-        TD






         


Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan metabolik (proses penyakit).
Domain: Kesehatan Fungsional ( I )
Kelas: Perawatan Diri ( D )
Cabang: Perawatan  Diri dalam Memenuhi ADL ( 0300 )
INDIKATOR
Sangat rendah
1
Terbatas

2
Sedang

3
Substansial

4
Luas

5
1.     Daya tahan
Akral panas




2.     Penghematan energi.
RR ↑,  Nadi ↓




3.     Perawatan diri: AKS
Skala ADL 3 (bantuan alat dan perawat)




4.     Perawatan diri: AKSI










v INTERVENSI KEPERAWATAN
Tgl/
jam
Diagnosa
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
Paraf

Polanafastidakefektif yang berhubungandenagn Pola pernapasan tidak efektif bd obstruksi trakeo bronkhial akibat pembesaran kelenjar limfe mediastinum.

Tujuan :

Ketidakefektifan pola nafas berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam

Kriteriahasil :
-        RR : 16-20X/menit
-        Cuping hidung (-)
-        Oto bantu nafas(-)
-        Hasilfoto (rontgen) tidak ada pembesaran jantung/ paru-paru.
-        Nadi : 60-100x/menit
-        TD :110-120/ 90 mmHg
-        Suhu : 36,5- 37,5ᵒ C
Pengkajian :
1.      Pantau adanya pucat dan sianosis







2.      Kaji kebutuhan insersi jalan nafas

Pendidikan keluarga dan pasien
3.      Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk meningkatkan pola pernapasan spesifikan teknik
4.      Ajarkan cara batuk efektif



Aktivitaskolaboratif
5.      RUjuk kepada ahli terapi pernafasan, untuk memastikan keadekuatan fungsi  ventilator mekanik
6.      Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pola pernafasan


Aktivitas lain
7.      Anjurkan nafas dalam melalui abdomen selama periode distress pernafasan




8.      Lakukan penghisapan sesua idengan kebutuhan untuk membersihkan sekresi

1.   Pucat dan sianosis menandakan adanya pasokan O2 kedalamtubuh yang yang kurang sehingga tubuh merespondengan keadaan kulit yang pucat dan berwarna kebiruan

2.   Jalan nafas yang baik akan mengurangi resiko terjadinya sesak nafas dan nafas pendek

3.   Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk mengurangi sesak


4.   Batukefektifdimungkinkanuntukmengeluarkan secret yang menghambatjalannafas


5.   Pemberian terapi yang terjadwal akan mengurangi tingkat sesak nafas pasien

6.   Pemberian obat nyeri untuk mengurangi nyeri pada dinding dada dan mengurangi timbulnya sesak


7.   Produksi sputum yang berlebihan akan menghambat jalan nafas, dengan penghisapan akan membantu kelancaran jalan nafas pasien

8.      Aktivitas dimungkinkan untuk mengeluarkan lender dan mengurangi sesak


Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan metabolik (proses penyakit).

Tujuan :
Intoleransi aktivitas dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 3X24jam.

Kriteriahasil :


-        Akral hangat
-        RR 16-20x/menit
-        Nadi 60-100 x/menit
-        Skala ADL  0 (mandiri)

Pengkajian:
1.      Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas /AKS normal,catat laporan kelelahan,keletihan,dan kesulitan menyelesaikan tugas.

2.      Kaji kehilangan /gangguan keseimbangan gaya jalan ,kelemahan otot.



3.      Pantau TD,nadi,pernapasan selama dan sesudah aktivitas.


HE
4.       
-        ajarkan teknik penghematan energy misalnya ;mandi dengan duduk.
-        ajarkan teknik penghematan energy misalnya ;mandi dengan duduk

Kolaborasi:
5.      Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi ,fisik dan /rekreasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas,sesuai dengan kebutuhan.


Aktivitas lain:
6.      Berikan bantuan dalam aktivitas /ambulasi bila perlu ,memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin.

1.      Mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan






2.      Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B12  mempengaruhi keamanan pasien /risiko cedera.

3.      Manivestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.

4.      Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan.







5.      Pemberian terapi yang terjadwal akan mengurangi tingkat kelemahan pasien







6.      Membantu bila perlu,harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri




















BAB III
PENUTUP

1.1.Kesimpulan
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Faktor-faktor yang menyebabkan adalah  diidentifikasi mencakup keadaan imunodefisiensi, menunjukkan imunosupresi, dan pembentukan tumor awal adalah pada jaringan limfatik sekunder (misal jaringan getah bening atau lien) tempat limfosit abnormal menggantikan struktur normal. Manifestasi klinik yang tampak adalah  pembengkakan kelenjar getah bening, keringat malam, nafsu makan menurun, daya kerja menurun
Dua kategori besar limfoma dilakukan atas dasar histopatologi mikroskopik dari kelenjar getah bening yang terlibat yaitu: Limfoma Non-Hodgkin (NHL) dan Limfoma Hodgkin (HD).












DAFTAR PUSTAKA

Gale Danielle. 1999. Rencana Keperawatan Onkologi . Jakarta : EGC.
Tambayong Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan . Jakarta: EGC.
Prince A. Sylvia. 1994. Patofisiologi , Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
http://darsananursejiwa.blogspot.com/2009/04/askep-liofoma-malignakanker-kelenjar.html
Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Wilkinson M. Judith .2006. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.